perlakuan perpajakan utk KSO/JO. Apakah KSO itu juga harus membuat SPT Tahunan? Apakah Laba dari KSO ke masing2 anggota merupakah penghasilan kena pajak?
Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh)
Atas JO
Kecuali reksadana, penjelasan
pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh tidak secara spesifik menyebutkan bentuk apa
saja yang termasuk dalam pengertian Bentuk Badan Lainnya sebagai Subyek Pajak.
Namun dalam surat-surat penegasan yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak dinyatakan
bahwa JO bukan merupakan Subyek PPh Badan sehingga tidak diwajibkan
menyampaikan SPT PPh Badan.
Meskipun bukan merupakan Subyek
PPh Badan, JO wajib memiliki NPWP yang semata-mata diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban PPN dan Withholding Tax (kewajiban memotong PPh pasal 21/
pasal 23/ pasal 26/ pasal 4 ayat 2). Kewajiban PPh Badan tetap dikenakan atas
penghasilan yang diperoleh pada masing-masing badan (perusahaan) yang menjadi
anggota JO tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yang
diterimanya.
Oleh karena statusnya bukan
Subyek PPh Badan maka JO tidak dapat mengkreditkan PPh pasal 23 yang dipotong
oleh Project Owner pada saat pembayaran uang muka dan termin. Agar
masing-masing anggota JO dapat memanfaatkan bukti potong PPh pasal 23 tersebut
sebagai kredit pajak, maka Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-44/PJ./1994 mengatur
mekanisme pemecahan bukti potong sebagai berikut:
1.Dalam hal Project Owner belum melakukan pembayaran dan / atau pemotongan PPh pasal 23, maka JO dapat mengajukan permohonan pemecahan bukti potong kepada Project Owner yang selanjutnya akan membuat bukti potong PPh pasal 23 atas nama JO.qq. perusahaan anggota berdasarkan porsi masing-masing yang telah disepakati sebelumnya.
1.Dalam hal Project Owner belum melakukan pembayaran dan / atau pemotongan PPh pasal 23, maka JO dapat mengajukan permohonan pemecahan bukti potong kepada Project Owner yang selanjutnya akan membuat bukti potong PPh pasal 23 atas nama JO.qq. perusahaan anggota berdasarkan porsi masing-masing yang telah disepakati sebelumnya.
2.Dalam hal Project Owner
terlanjur memotong PPh pasal 23 atas nama JO, maka JO dapat mengajukan
permohonan pemecahan bukti potong PPh pasal 23 kepada pihak Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) di mana JO terdaftar sebagai Wajib Pajak untuk kemudian melalui
proses pemindahbukuan masing-masing anggota JO dapat mengkreditkan PPh pasal 23
tersebut.
Selanjutnya Keputusan Dirjen
Pajak No.KEP-214/PJ./2001 juncto KEP-161/PJ/2001 mengatur bahwa pada saat
menyampaikan SPT PPh pasal 21, JO harus melampirkan Laporan Keuangan atas kegiatan
JO. Dengan pemahaman di mana Laporan Keuangan merupakan hasil akhir dari suatu
proses pembukuan maka dapat diambil kesimpulan bahwa Administrative JO wajib
menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan JO diatur dalam PSAK 12 yang memberikan
pilihan penggunaan metode proportionate consolidation atau metode equity.
b. Aspek PPh Non-Administrative
JO
Non-Administrative JO tidak wajib
memiliki NPWP dan tidak wajib menyelenggarakan pembukuan. Pendapatan dan biaya
proyek dibukukan oleh masing-masing anggota JO. Tagihan ke Project Owner
diajukan sendiri oleh masing-masing anggota JO atau dapat juga diajukan melalui
JO namun Commercial Invoice, Faktur Pajak dan bukti potong PPh pasal 23 tetap
atas nama perusahaan masing-masing anggota JO (konsorsium).
Perlakuan PPN Atas JO Berdasarkan pasal 1 angka 13 UU
PPN juncto pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 143 Tahun 2000 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2002 diatur bahwa dalam
rangka pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bentuk Kerjasama Operasi
termasuk dalam kategori Bentuk Badan Lainnya. Berbeda halnya dengan
Non-Administrative JO yang pemenuhan kewajiban PPNnya menjadi tanggungjawab
masing-masing anggota, Administrative–JO wajib mendaftarkan diri untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sebagai PKP tentu JO wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan PPN.
0 Response to "Perlakuan Pajak untuk KSO atau JO"
Post a Comment