Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengajak seluruh negara ASEAN dan G20 untuk memperkuat kerja sama global yang saling menguntungkan antar negara. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Sementara, Indonesia mengimpor produk yang belum banyak diproduksi di Indonesia seperti mesin berteknologi tinggi, gandum, dan kedelai.
Melihat keduanya masih saling membutuhkan, Enny meyakini hubungan dagang antara AS dan Indonesia ke depan akan tetap terjaga.
Ia mengungkapkan, kebijakan proteksi dagang, baik melalui tarif maupun non tarif, pada dasarnya dilakukan suatu negara untuk melindungi kepentingan domestik.
Tak ayal, Trump sempat mengkampanyekan untuk mengenakan tarif impor sebesar 45 persen untuk produk buatan China. Pasalnya, banyak produk AS yang harus bersaing di dalam negeri dengan produk sejenis buatan China yang dijual dengan harga lebih murah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, di era
globalisasi, perdagangan merupakan hubungan yang saling menguntungkan antar
negara.
Karenanya, kebijakan proteksi dagang (trade protectionism) yang dikampanyekan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald J. Trump bakal menimbulkan kemunduran derap globalisasi di bidang ekonomi.
Padahal, AS merupakan salah satu negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh AS akan memberikan dampak kepada banyak negara di dunia.
"Kebijakan zero sum game ini seperti, 'Kita pikir yang impor yang rugi, dan kamu eksportir untung'. Jadi, semua progress dalam ekonomi global beberapa dekade lalu, yang didorong juga oleh perdagangan, itu mundur,” tutur Sri Mulyani seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (7/4).
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi salah satu panelis dalam ASEAN Finance Ministers' and Investors Seminar (AFMIS) ke 12 di Cebu, Filipina, kemarin.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia mengungkapkan, dalam pertemuan para pemimpin dunia di G20 pada Juli mendatang, isu kerja sama global akan kembali dibicarakan.
Hal ini menjadi penting, karena sebelumnya, forum G20 selalu memberi dukungan pada upaya kerja sama dagang.
“Trade protectionism sudah jadi isu bahkan di G20. Nanti akan dibicarakan, apakah proteksi ini dapat diminimalisir,” ujarnya.
Karenanya, kebijakan proteksi dagang (trade protectionism) yang dikampanyekan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald J. Trump bakal menimbulkan kemunduran derap globalisasi di bidang ekonomi.
Padahal, AS merupakan salah satu negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh AS akan memberikan dampak kepada banyak negara di dunia.
"Kebijakan zero sum game ini seperti, 'Kita pikir yang impor yang rugi, dan kamu eksportir untung'. Jadi, semua progress dalam ekonomi global beberapa dekade lalu, yang didorong juga oleh perdagangan, itu mundur,” tutur Sri Mulyani seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (7/4).
Hal tersebut disampaikannya saat menjadi salah satu panelis dalam ASEAN Finance Ministers' and Investors Seminar (AFMIS) ke 12 di Cebu, Filipina, kemarin.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia mengungkapkan, dalam pertemuan para pemimpin dunia di G20 pada Juli mendatang, isu kerja sama global akan kembali dibicarakan.
Hal ini menjadi penting, karena sebelumnya, forum G20 selalu memberi dukungan pada upaya kerja sama dagang.
“Trade protectionism sudah jadi isu bahkan di G20. Nanti akan dibicarakan, apakah proteksi ini dapat diminimalisir,” ujarnya.
Kerja Sama Indonesia - AS
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengungkapkan, meskipun neraca perdagangan AS dengan Indonesia tercatat defisit US$13,16 miliar sepanjang tahun lalu, hal itu terjadi secara natural.
Disebutkan Enny, AS banyak mengimpor produk padat karya dari Indonesia, seperti tekstil dan produk tekstil dan alas kaki. Selain itu, AS juga mengimpor kulit dan minyak sawit mentah yang banyak dihasilkan oleh Indonesia.
"Industri-industri itu sudah tidak banyak dikembangkan di AS,
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengungkapkan, meskipun neraca perdagangan AS dengan Indonesia tercatat defisit US$13,16 miliar sepanjang tahun lalu, hal itu terjadi secara natural.
Disebutkan Enny, AS banyak mengimpor produk padat karya dari Indonesia, seperti tekstil dan produk tekstil dan alas kaki. Selain itu, AS juga mengimpor kulit dan minyak sawit mentah yang banyak dihasilkan oleh Indonesia.
"Industri-industri itu sudah tidak banyak dikembangkan di AS,
Sementara, Indonesia mengimpor produk yang belum banyak diproduksi di Indonesia seperti mesin berteknologi tinggi, gandum, dan kedelai.
Melihat keduanya masih saling membutuhkan, Enny meyakini hubungan dagang antara AS dan Indonesia ke depan akan tetap terjaga.
Ia mengungkapkan, kebijakan proteksi dagang, baik melalui tarif maupun non tarif, pada dasarnya dilakukan suatu negara untuk melindungi kepentingan domestik.
Tak ayal, Trump sempat mengkampanyekan untuk mengenakan tarif impor sebesar 45 persen untuk produk buatan China. Pasalnya, banyak produk AS yang harus bersaing di dalam negeri dengan produk sejenis buatan China yang dijual dengan harga lebih murah.
0 Response to "Indonsia: Proteksi Dagang AS Langkah Mundur Globalisasi"
Post a Comment